Senin, 26 Maret 2012

west sahara case

Sahara Barat, Front Polisario dan territorial dispute. Sahara Barat merupakan sebuah daerah di bagian barat laut Afrika di tepi pantai Atlantik. Wilayah Sahara Barat adalah bekas wilayah koloni Spanyol yang berbatasan dengan Aljazair di sebelah timur laut, Maroko di sebelah utara dan dengan Mauritania di sebelah timur dan selatan. Luas wilayah Sahara Barat adalah 284.000 km2 dengan jumlah penduduk terbanyak berada di kota terbesar yaitu Laayoune. Tanahnya kebanyakan "arid" dan tidak ramah, tetapi kaya akan fosfat terutama di Bou Craa. Penduduk asli daerah ini menamakan diri Sahrawi. Sahara Barat merupakan salah satu teritori yang paling jarang dihuni di dunia, bahkan beberapa data mencatat tingkat kepadatannya sebagai yang paling rendah. Sekalipun demikian daerah ini menjadi sengketa antara tiga Negara tetangganya, Maroko, Aljazair, dan Mauritania, sementara rakyat Sahrawi sendiri melalui gerakan pembebasan Polisario berjuang untuk mendirikan Negara merdeka dan independen. Seperti wilayah lain di benua Afrika, konflik Sahara Barat atau Western Sahara juga dianalisa sebagai masalah peninggalan kolonialisme. Sahara Barat adalah kasus decolonisasi yang terakhir di Afrika, namun sampai saat ini peace-building, peace-making, dan peace-keeping masih menjadi wacana yang terus diperjuangkan sehubungan dengan territorial dispute atas wilayah tersebut yang belum menemukan titik akhir. Territorial Dispute adalah konflik yang terjadi ketika kedua belah pihak/negara/kelompok mengklaim wilayahnya atau bagian dari wilayahnya, biasanya berdasarkan sejarah atau kepentingan geografis, seperti keamanan nasional. Territorial dispute atas Sahara Barat melibatkan tiga pihak yaitu Maroko, Aljazair, dan front Polisario. Polisario dideklarasikan pada 10 Mei tahun 1973. Organisasi ini adalah gerakan pembebasan Sahara Barat yang bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan kawasan Sahara Barat dari koloni Spanyol. Gerakan polisario mendapat dukungan yang sangat besar dari rakyat setempat. Kuatnya dukungan masyarakat atas organisasi ini menyebabkan tentara Spanyol angkat kaki dari Sahara Barat dua tahun berikutnya, yaitu tahun 1975. Pada Desember 1975, Spanyol mengumumkan untuk meninggalkan Sahara Barat, daerah jajahannya sejak tahun 1884. Dengan demikian, berakhir sudah perjuangan kaum gerilyawan Sahara Barat yang tergabung dalam gerakan pembebasan Polisario. Polisario kemudian memproklamirkan berdirinya Republik Demokratik Arab Sahara atau Sahrawi(SADR). Sahara Barat sebagai territorial dispute antara Maroko, Aljazair, dan front PolisarioDengan berdirinya SADR, ternyata belum mengakhiri masalah yang harus dihadapi Sahara Barat. Sebab dalam masa-masa genting itu, rezim diktator Spanyol mengadakan kesepakatan rahasia dengan tetangga koloni yang ditinggalkan. Spanyol yang telah terusir dari Sahara Barat menyerahkan koloni tersebut pada Maroko dan Mauritania dengan imbalan tertentu termasuk mengeksploitasi ikan di lepas pantai dan menambang fosfat. Rakyat yang tidak mau bergabung dengan Maroko kemudian terpaksa mengungsi di area yang dikuasai Polisario, tentara gerilya pengungsi. Mereka adalah orang-orang Sahrawi. Penduduk asli yang selama puluhan tahun menjadi warga kelas dua di tanahnya sendiri.Kesepakatan rahasia tsb menjadi alasan Maroko menganeksasi Sahara Barat dan mengklaim bahwa kawasan itu adalah bagian dari wilayahnya. Meskipun Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, menyatakan bahwa invasi Maroko itu melanggar hukum, namun Maroko tetap tidak bersedia mundur dari wilayah itu. Akhirnya kembali pecah perang di Sahara Barat. Puluhan ribu orang melarikan diri dari kekerasan perang. Bahkan 170 ribu orang Sahrawi, sampai kini masih tinggal di kamp pengungsi di Aljazair dalam kondisi buruk. Pada 1991, sebagian besar kawasan ini dikuasai oleh kerajaan Maghribi(Maroko), dan SADR di bagian-bagian yang lain. Kemudian apakah daerah ini merupakan bagian dari Maroko atau milik Republik Demokratis Arab Sahrawi masih dipertentangkan. Saat ini Sahara Barat diduduki oleh Maroko, namun klaim ini tidak diakui secara global. Organisasi pembebasan Polisario masih berjuang untuk kemerdekaan daerah ini. Adapun Mauritania, akibat tekanan sejumlah pihak luar menarik diri dari Sahara Barat pada tahun 1979. Sedangkan Aljazair yang juga tertarik atas Sahara Barat mulai melihat kemungkinan intervensi ketika banyaknya pengungsi daerah itu yang mengungsi ke wilayah Aljazair. Aljazair memberikan dukungan pada SADR namun tetap menghindari konflik dengan Maroko, Walaupun selanjutnya hubungan Aljazair dan Maroko menjadi cukup tegang.
Upaya resolusi konflik, misi perdamaian dan kemanusiaanTahun 1991, PBB datang menengahi konflik antara Maroko dan Polisario, dan kedua pihak sepakat untuk menyerahkan nasib kawasan Sahara Barat pada sebuah referendum. Akan tetapi, kesepakatan itu juga tidak bisa diimplementasikan karena kedua pihak berselisih pendapat secara tajam mengenai syarat-syarat peserta referendum. Hingga kini, referendum itu masih belum bisa dilaksanakan. Status Sahara Barat pun masih mengambang, meskipun sejumlah besar negara mengakui kemerdekaan Sahara Barat dan menyebut Polisario sebagai representasi sah rakyat di kawasan itu.Minurso adalah misi perdamaian pertama dibawah PBB yang masuk ke Sahara Barat. The United Nations Mission for the Referendum in Western Sahara (MINURSO) atau misi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Referendum di Sahara Barat (MINURSO) dibentuk oleh resolusi Dewan Keamanan no.690 pada 29 April 1991, saat pertama kali PBB masuk ke Sahara Barat guna menengahi sengketa antara Maroko dan front Polisario atas Sahara Barat. Kedatangan PBB dan MINURSO atas undangan kedua pihak yang bertikai yang menginginkan penyeleseian konflik secara damai disamping misi perdamaian dan kemanusiaan PBB sendiriMandat yang diemban MINURSO di Sahara Barat antara lain :
- Mengawasi berjalannya gencatan senjata
- Melakukan verifikasi atas kesepakatan pengurangan pasukan Maroko di wilayah sengketa
- Mengawasi pembatasan pasukan Maroko dan Polisario di lokasi-lokasi yang telah ditentukan
- Memastikan pelepasan tahanan-tahanan politik Sahara Barat
- Mengatur pertukaran tawanan perang yang ditentukan oleh International Commetee of The Red Cross (ICRC)
- Memulangkan pengungsi-pengungsi Sahara Barat
- mengidentifikasi dan mendaftarkan penduduk Sahara Barat untuk persiapan referendum
- mengorganisir dan memastikan sebuah referendum adil dan bebas dan mengumumkan hasilnya
- mengurangi ancaman dari ranjau-tambang serta ranjau dan artileri-artileri yang belum meledak.
Peacekeepers/pasukan penjaga perdamaian hadir di area misi untuk membantu kesembuhan rakyat dari trauma akibat konflik. Oleh karena itu, mereka disiapkan untuk menerima batasan-batasan sosial dalam hidup pribadi dan publik demi misi yang mandatkan kepada mereka..
Dalam mengemban misi, harapan masyarakat dunia dan populasi lokal sangat tinggi kepada para peacekeeper, sehingga tingkah laku para peacekeepers harus dijaga dengan baik sebab segala yang mereka lakukan diawasi dengan ketat oleh masyarakat internasional. Baik hal positif maupun negative yang dilakukan berdampak pada keberhasilan misi secara keseluruhan. Dalam menjalankan tugas penjaga perdamaian berpegang teguh pada piagam PBB juga ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga hukum perikemanusiaan internasional dimana didalamnya termaktub kode-kode etik serta norma-norama sebagai standarisasi yang harus dipatuhi terutama landasan dasar yaitu hak azasi manusia. Personil peacekeeper membawa nama baik PBB dan Negara mereka sendiri. Jadi, semua peacekeeping personil harus mampu memelihara standard-standard tsb. Sejauh ini, pasukan penjaga perdamaian telah mampu berfunngsi sesuai mandate yang diserahi. Gencatan senjata berjalan dengan lancar, hal-hal yang berkaitan dengan pengungsi pun dapat ditangani dengan baik, tidak ada isu-isu pelanggaran HAM, pasukan penjaga perdamaian telah bertugas secara optimal.
Namun ironisnya pada februari 2008 diberitakan bahwa Pasukan penjaga perdamaian PBB melakukan pengrusakkan terhadap warisan Prasejarah di Sahara Barat. Pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merusak seni prasejarah berupa gambar manusia dan binatang, yang dipahat di bebatuan di Sahara Barat. Anggota pasukan badan dunia itu menggunakan cat semprot untuk mencoreti situs di daerah terpencil. Penduduk setempat menganggap tempat tersebut warisan budaya yang memiliki arti besar dalam sejarah peradaban Sahara Barat. Sungguh bukan perilaku yang terpuji apalagi yang melakukannya adalah perwira-perwira pilihan. PBB segera menyatakan akan menghukum para perwira yang melakukan pelanggaran.Dalam masalah Sahara Barat, terdapat pihak asing yang juga ikut mempengaruhi kelanjutan nasib wilayah tsb. Terkait dengan upaya penyelesaian konflik beberapa negara seperti Perancis, Spanyol, AS, Italia, meksiko dan Portugal telah mendukung upaya mencari solusi dari konflik berkepanjangan itu dalam kerangka kerja PBB. Negara besar seperti Amerika Serikat memainkan peran yang cukup penting dibalik misi perdamaian yang dibawa bersama PBB. Apapun itu, PBB atau pihak asing yang masuk ke Sahara Barat menyerukan kepada kedua pihak yang bertikai untuk mengatasi konflik secara diplomatik. SADR mendapat dukungan dari 45 negara dan Kesatuan Afrika, sementara Maroko didukung oleh 25 negara, termasuk Liga Arab.Sejak masuknya PBB dan dalam masa gencatan senjata telah dilakukan beberapa perundingan yang belum mampu membuahkan hasil yang berarti. Namun semangat dan keinginan penyeleseian konflik secara damai tidak pernah padam. Di tahun 2007, dibawah kontrol PBB diadakan perundingan lagi yang berlangsung di Manhasset, New York, AS. Dalam putaran kelima perundingan Manhasset tsb, Maroko mengajukan usulan yaitu rencana untuk memberikan otonomi luas kepada Sahrawi atau Sahara Barat (West Sahara). Maroko menegaskan rencana itu merupakan salah satu upaya menyelesaikan perselisihan panjang yang terjadi antara Aljazair dan Maroko secara damai dan politik. Usulan otonomi itu termasuk “win-win solution”. Pemerintah Maroko tidak memberikan kemerdekaan dan tidak pula memaksakan integrasi. Dalam usulan Maroko itu, Sahara Barat boleh membentuk pemerintahan mandiri lengkap dengan parlemen yang dipilih rakyat. Amerika Serikat (AS) dan Prancis mendukung usulan pemerintah Maroko ini. Pemerintah AS berharap Front Polisario dapat menerima usulan otonomi luas bagi wilayah Sahara Barat sesuai usulan pemerintah Kerajaan Maroko guna mengakhiri konflik yang telah terjadi selama 32 tahun di wilayah tersebut. Namun, Aljazair dan Polisario menolak usulan otonomi dan tawaran negosiasi Maroko.
Sejauh ini, Maroko bersikeras pada pendiriannya bahwa Sahara Barat berstatus otonom di bawah pemerintahan Maroko. Di lain sisi, Aljazair yang mendukung front Polisario bersikeras untuk diadakannya referendum apakah memilih Maroko atau independen. Sehingga untuk saat ini gencatan senjata masih menjadi pilihan terbaik.
Kondisi yang tidak jelas ini sungguh disesalkan sebab yang paling merasakan penderitaan konflik adalah rakyat, khususnya wanita dan anak-anak. Dari perspektif Hak Azasi Manusia(HAM) situasi yang sangat memprihatinkan ini harus segera diatasi. Referendum dapat menjadi solusi yang menjanjikan. Namun pertarungan politik dan kepentingan dilevel Negara dan internasional, referendum seakan hanyalah utopia yang sulit direalisasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar