Hukum Islam
sebagai salah satu sistem hukum yang juga berlaku di Indonesia mempunyai
kedudukan dan arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan pembangunan
manusia seutuhnya yakni baik pembangunan dunia maupun pembangunan akhirat, dan
baik dibidang materil, maupun dibidang mental-spiritual. Di dalam Al-Quran dan
hais, ada beberapa ayat yang memberikan isyarat untuk melaksanakan pembangunan
itu, antara lain :
a. Al-Quran,
Surat Al-Baqarah ayat 148 yang artinya :
Hendaklah
kamu berlomba-lomba dalam kebaikan;
b. Al-Quran,
Surat Ar-Ra’du ayat 11 yang artinya :
Sesungguhnya
Allah tidak akan merubah nasib suatu umat kecuali dirinya sendirilah yang
merubahnya.
c. Al-Quran,
Surat Al-Mujadah ayat 11 yang artinya :
Allah
mengangkat derajat orang-orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga
orang-orang yang berilmu pengetahuan.
d. Hadis,
riwayat Abu Na’im yang artinya :
Kekafiran
dapat membawa seseorang kepada kekufuran
e. Hadis,
riwayat Imam Buchary yang artinya :
Seseungguhnya
dirimu mempunyai hak atasmu, dan badanmu hak atasmu.
f. Hadis,
riwayat Abu zakir yang artinya :
Berbuatlah
untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan berbuatlah untuk
akhiratmu seolah-olah engkau akan mati pada hari esok.
Dari
beberapa ayat Al-Quran dan Hadis tersebut di tas, kita dapat maengetahui bahwa
agama Islam menghendaki agar pembangunan itu dilaksanakan, baik pembangunan
manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat, baik dalam bidang materil
maupun dalam bidang mental spiritual.
Dalam
pembangunan dibidang mental spiritual, hukum Islam berusaha menjadikan Individu
sebagai insan kamil(manusia paripurna) yakni manusia yang beraqidah yang benar,
luhur dan beramal saleh. dalam bidang materil, hukum Islam meletakkan
prinsip-prinsip/dasar-dasar umum yang dengan itu pengelolaan dan pemanfaatan
materi jaminan untuk manusia berdasarkan ridah Allah SWT. Selanjutnya dalam
pembangunan bidang sosial, hukum Islam meletakkan prinsip-prinsip/dasar-dasar
sosial seperti prinsip persamaan, persatuan, persaudaraan, keadilan,
permusyawaratan, keseimbangan dan lain-lainnya yang dengan prinsip-prinsip
tersebut terjamin kemajuan dan perkembangan sosial secara bertahap dan mantap
(Hamid, 978 : 35-37).
Sehubung
dengan adanya prinsip-prinsip hukum Islam dalam pembangunan sebagaimana
disebutkan diatas, maka penduduk Indo nesia yang mayorita beragama Islam harus
merasa mempunyai kewajiban untuk lebih banyak berpartiipasi, berinteraksi dan
berasimilasi terhadap pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia dalam segala
bidang. Selain daripada itu, yang tidak kurang juga pentingnya ialah sejauh
mana hukum Islam dapat menyumbangkan dan menunjang secara efektif terhadap
usaha-usaha pembangunan nasional yang sedang digalakkan. Untuk maksud tersebut,
berikut ini akan dijelaskan beberapa hal tentang adanya keterkaitan antara
hukum islam dengan pembangunan di Indonesia dewasa ini.
Tujuan dari Landasan Pembangunan Nasional
Berbicara
tentang keterkaitan antara hukum Islam dengan pembangunan Nasional, maka ada
baiknya terlebih dahulu kita mengetahui apa tujuan dan landasan pembangunan
nasional di Indonesia. Dalam TAP TAP yang dihasilkan oleh MPR tentang GBHN,
antara lain TAP MPR No.II/MPR/988, pada bab II secara jelas dinyatakan bahwa :
Pembangunan
nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang
merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dan wadah NKRI yang
merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa
yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan oergaulan duni
yang merdeka, berdulat, tertib dan damai.
Selanjutnya
apa yang menjadi landasan pembangunan nasional, lebih jauh dalam GBHN dikatkan
bahwa landasan pelaksanaan pembangunan nasional adalah Pancasila dan UUD 1945.
Dengan
kalimat tesebut, maka dapat diketahui bahwa sesungguhnya baik dasar maupun
landasan pembangunan nasional adalah pancasila yang sila pertamanya adalah
Ketuhanan yang Mahaesa seperti tercantum dalam pembukaan UUD 945 yang mana sila
pertma itu menjiwai sila-sila yang lain.
Apabila kita
konsekuen terhadap prinsip ini, maka mau tidak mau kita harus mengakui bahwa
seluruh kaidah-kaidah dari wahyu yang diturunkan oleh Tuhan Yang Mahaesa
seperti tercantum dalam Al-Quran dan kitab suci dari agama prophetis lainnya,
harus pula diakui sebagai dasar dan landasan pelaksanaan pembangunan manusia
dan masyarakat Indonesia.
Bilamana
dilihat dari segi pandangan hukum di dalam NKRI yang sedang membangun ini,
sebagian besar penduduknya beragama islam, maka adalah menjadi kewajiban bagi
negara RI untuk memperhatikan kaidah-kaidah hukum Islam yang mencerminkan
tatanilai dan yang menggerakkan hati dan perbuatan umat Islam dalam
melaksanakan pembangunan. Hal ini sangat penting dalam usaha bersama mewujudkan
kebahagiaan lahir batin, materil dan spiritual bagi seluruh bangsa Indonesia.
Hubungan Hukum Islam dalam Pembangunan
Sebelum
membicarakan tentang apa dan bagaimana hubungan hukum Islam dengan pembangunan
nasional, perlu diketahui terlebih dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan
hukum Islam sebab tanpa memahami apa arti hukum Islam/syariat dengan tepat,
maka sulit bagi kita untuk menentukan bagimana peranannya dalam masyarakat.
Istilah
hukum Islam oleh penulis-penulis kepustakaan hukum Islam sering dicampurbaurkan
dengan istilah fiqih, malah istilah yang terakhir inilah yang paling sering
digunakan. Hal tersebut menurut Fyzee disebabkan ukuran bagi semua tingkah laku
manusia baik dalam syariat maupun dalam fiqih adalah sama, yakni mencari keridahan
Allah SWT dengan jalan mentaati suatu sistem yang maha sempurna.
Khusus
mengenai pengertian hukum Islam oleh Yamani diartikan dalam dua arti yaitu arti
karena luas dan arti sempit.
Dalam arti
luas, Syariat Islam meliputi semua hukum yang telah disusun dengan teratur oleh
para ahli fiqih dalam pendapat-pendapat fiqihnya mengenai persoalan dimasa
mereka atau yang mereka perkirakan akan terjadi kemudian dengan mengambil
dalil-dalilnya yang langsung dari Al-Quran dan hadis atau sumber pengambilan
hukum yang lain seperti qiyas, istihsan, istihsab dll.
Pengertian
yang luas ini tidak mesti diikuti dari A sampai Z atau dari awal sampai akhir
karena di dalamnya ada beberapa bagian yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan
zaman/tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan masa kini, akan tetapi masih bisa
dipakai sebagai pustaka perbendaharaan Ilmiah.
Sekalipun
demikian, kata beliau selanjutnya dalam pustakperbendaharaan ilmiyah mengandung
prinsip-prinsip dasar yang dapat digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan
dizaman modern ini yang timbul karena perubahan yang terjadi di alam
masyarakat.
Apabila
pengertian tersebut kita jadikan titik pangkal intuk memahami makna yang
terdidalam hukum Islam, maka adalah
menjadi ewajiban bagi kita untuk terlebih dahulu menentukan bagian-bagian mana
yang tidak sesuai dengan tuntunan zaman dan berusaha menemukan prinsip-prinsip
yang terdapat didalamnya untuk digunakan sebagai dasar dalam menyelesaikan
masalah baru masa kini.
Syariat
Islam dalam arti sempit, hukum-hukum yang berdalil pasti dan tegas yang tertera
dalam Al-Quran dan hadis yang sahi ataupun yang ditetapkan dalam jima.
Hukum Islam
dalam artian sempit itu wajib diikuti oleh umat Islam. Demikian pula halnya
dengan hukum-hukum yang terdapat dalam hadis yang kebenarannya tidak lagi diragukan.
Selanjutnya
dikatakan dalam syariat Islam terdapat bagian-bagian atau bidang-bidang yang
mengenai ibadat dan muammalat.kedua bagian ini mempunyai kaitan yang sangat
erat antara yang satu dengan yang lain.
Ditinjau
dari segi turunya ayat-ayat suci Al-Quran, maka wahyu yang berkenaan dengan
pengaturan kehidupan manusia di dalam masyarakat, pada umumnya diturunkan di
Madinah, sedangkan ayat-ayat yang mengandung hukum baik yang berkenaan dengan
ibadah maupun muamalat biasanya disebut ayatul ahkam.
Di dalam
Al-Quran ini, ayat-ayat ahkam jaumlahnya sangat terbatas. Ayat-ayat tersebut
banyak yang bersifat prinsip yang rincian dan pelaksanaannya dicontohkan oleh
Nabi Muhammad baik dengan prilaku, ucapan maupun dengan sikap dalam menghadapi
sesuatu.
Selanjutnya
kita akan mempersoalkan bagaimana peranan hukum Islam dalam pembangunan
nasional yang sekarang ini sedang digalakkan. Dalam hubungan dengan ini, muncul
persoalan yang lainang juga memerlukan jawaban, yaitu apakah hukum Islam itu
dapat dipergunakan sebagai alat untuk merubah masyarakat sebagaimana sering
dikemukakan oleh sarjana hukum umum dewasa ini seperti Roscoe Pound dan di
Indonesia antara lain adalah Soerjono Soekanto.
Menurut
Soerjono Soekanto, hukum berfungsi sebagai sarana untuk memperlancar proses
interaksi sosial, sedangkan menurut Hutagalung, hukum dapat berfungsi sebagai
sarana pembaharuan sosial dan sering disebut hukum sebagai alat untuk
mengadakan social enggeneering.
Sehubung
dengan apa yang dikemukakan oleh kedua sarjana tadi, maka apabila kita
hubungkan dengan cita-cita untuk mewujudkan “Baldatum Tayibayun Warabbun
Ghafuur(masyarakat sejahtera yang diridahi oleh Allah SWT)”. Maka hukum Islam
itu tidak hanya berperan sebagai sarana social controll, tetapi juga berperan
sebagai sarana social engeneering, bahkan dapat pula berperan sebagai sarana
untuk memperlancar interaksi sosial dalam rangka menuju negara sejahtera yang
dicita-citakan. Dengan kata lain, ia harus memegang peranan dalam pembangunan
yang bertujuan dan landasannya seperti yang dirumuskan dalam GBHN.
Hukum Islam dan Pembianaan Hukum Nasional
Salah satu
masalah yang tidak kurang pentingnya untuk diketahui apabila kita berbicara
tentang hukum Islam yang berlaku
sekarang ini di Indonesia, adalah hukum Islamdan pembinaan hukum Islam di
Indonesia. Hal ini adalah penting oleh karena dengan mengetahuinya kita dapat
memperolah gambaran umum tentang tempat atau kedudukan hukum Islam dalam rangka
pembinaan hukum nasional.
Untuk
membahas masalah sebagaimana disebut dalam judul, maka pembahasannya akan kita
bagi dalam tiga bagian yaitu: dasar dan landasan pembinaan hukum nasional,
langkah-langkah pembinaan hukum nasional dan kedudukan hukuk Islam dalam rangka
pembentukan hukum nasional. Untuk jelasnya kita bahas masing-masing dengan
singkat dibawah ini.
Dasar dan Landasan Pembinaan Hukum Nasional
Apa yang
menjadi dasar dan landasan pembangunan hukum nasional juga adalah menjadi dasar
dan landasan pembinaan hukum nasional oleh karena pembinaan hukum nasional
adalah bagian internal dan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional.
Dengan demikina, dasar dan landasan pembinaan hukum nasioanal adalah pancasila
sebagai landasan idealnya, UUD 45 sebagai landasan struktural dan
konstitusional dan GBHN sebagai landasan operasionalnya.
Dalam memori
penjelasan umum UUD 45 antara lain dikatakan, bahwa negara republik Indonesia
adalah berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belakan. Hal seperti
ini menunjukkan bahwa NKRI adalah Negara hukum bukan negara kekuasaan.
Selanjutnya
dalam batang tubuh UUD 1945 terdapat beberapa pasal yang juga memberi petunjuk
yang sama, antara lain pasal 4 UUD 45 :Presiden republaik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintah menurut undang-undang dan pasal 27 UUD 45 : segala warga
negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung
tinggi hukum dan perintahan itu tanpa kecuali.
Apa yang
dikataka dalm penjelasan umum UUD 45 maupun adanya beberapa pasal dalam batang
tubuh UUD 45 seperti kedua pasal tersebut diatas. Maka jelas bahwa sekalipun
tidak secara eksplisit memuat perintah untuk melaksanakan pembinaan atau
pembangunan dibidang hukum, namun karena adanya berbagai masalah yang perlu
mendapat pengaturan lebih lanjut dengan peraturan perundangan, kita dapat
menyimpulkan bahwa pembinaan hkum nasional mutlah harus dilaksanakan.
Sekarang
timbul pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan hukum nasional dan bagaimanakah
melaksanakan pembinaan hukum nasional di Indonesia?
Pada
dasarnya dapat dikatakan bahwa hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi
suatu bangsa di dalam suatu negara. Apabila rumusan pengertian ini kita kaitkan
dengan pengertian hukum nasional Indonesia, maka yang dimaksud dengan hukum
nasional Indonesia adalah hukum yang dibangun bangsa Indonesia setelah
Indonesia merdeka dan berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia terutama
warganegara republik Indonesi sebagai penggati hukum kolonial belanda dahulu.
Tentang
bagaiman melaksanakan pembinaan hukum nasional di Indonesia, hal ini kta dapat
melihatnya dalam GBHN sebagai landasn operasionalnya yang di dalamnya menyebut
cukup banyak masalah menyangkut pembinaan dan pengembangan hukum nasional di
Indonesia. Salah satu di antaranya adalah masalah pokok yang perlu mendapat
perhatian khusus yakni masalah kodifikasi dan unifikasi hukum di Indonesia. Hal
ini menjadi masalah pokok oleh karena dalam tata hukum nasional kita dimasa
yang akan datang sangat dibutuhkan adanya hukum yang tertulis yang
dikodifikasikan, sehingga dengan demikian akan terwujud suatu kesatuan hukum
yang berlaku seama dengan NKRI.
Langkah-langkah Pembinaan Hukum Nasional
Dengan
bertitik tolak pada proklamasi kemerdekaan negara republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, maka politik hukum dan perundang-undangan kolonial
yang tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan Indonesia harus diganti dengan
politik hukum dan perundang-undangan nasional yang berdasarkan pancasila, UUD
45 dan kesadaran hukum rakyat Indonesia.
Untuk
memenuhi maksud tersebut, pemerintah telah membentuk suatu lembaga ang diberi
tugas dan wewenang khusus untuk melaksanakan pembinaan hukum nasional yang
disebut “Lembaga Pembinaan Hukum Nasional” yang kemudian dirubah menjadi “Badan
Pembinaan Hukum Nasional(BPHN)”
Akan tetapi
untuk mewujudkan suatu tata hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang mejemuk
yang terdiri dari berbagai suku, berbagai agama yang dipeluk, aneka ragam
kebudayaan serta menempati daerah yang terbentan luas, ditambah lagi dengan
keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh pemerintahan kolnial Belanda, maka
dapat dipahami bahwa pelaksanaan pembinaan hukum nasional bukanlah pekerjaan
yang mudah. Oleh karena itu perlu ditempuh langkah-langkah pembinaan yang jelas
dan terarah.
Kedudukan Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional
Untuk
mengetahui bagaimana kedudukan hukukm Islam dalam rangka pembinaan hukum Islam
di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa sumber, antara lain
dalam pembukaan UUD 45 alenia keempat yang menyatakan bahwa Pancasila adalah
dasar negara. Hal itu menunjukkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala
sumber hukum yang berlaku dalam negara kesatuan republik Indonesia.
Sila pertama
dari pancasila adalah “Ketuhanan yang Mahaesa” mempunyai kedudukan kedudukan
hukum yang sangat kuat oleh karena secara konstitusional tercantum pada pasal
29 ayat(1) UUD 45 yang berbunyi : Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Dengan demikian sila Ketuhanan Yang Mahaesa ini merupakan hukum positif yang
fundamentil yang mengikat setiap warganegara dalam bermasyarakat dan bernegara.
Selanjutnya
dalam sila Ketuhanan Yang Mahaes, Agama adalah unsur mutlak pembangunan bangsa
dan watak bangsa. Karenanya kehidupan beragama adalah unsur mutlak kehidupan
bangsa Indonesia. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, agama adalah unsur
mutlak bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarka Pancasila.
Dalam uraian
di atas, jelas bahwa agama sebagai unsur mutlak dari kehidupan bangsa Indonesia
adalah sangat penting dan turut menentukan dalam rangka pembinaan hukum
Nasional Indonesia. Mengingat bahwa sebahagian besar rakyat Indonesia adalah
pemeluk agama Islam, maka dala pembinaan hukum Nasional yang berdasarkan
pancasila, hukum Islam dapat diabaikan begitu saja terutama sekali
ketentuan-ketentuan hukum Islam yang sudah berurat-berakar dalamkehidupan
bermasyarakat dan telah merupakan kesadaran hukum bagi mereka.
Hal ini
sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh TAP MPRS No.XX/MPRS/66 yang
menyatakan bahwa sumber daripada tertib hukum Negara Republik Indonesia adalah
pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang diliputi suasana kejiwaan
dan watak bangsa Indonesia.
Dengan
demikian, Islam adalah potensial, dapat dijadikan sumber pembinaan hukum
nasional baik dilihat dari segi tujuannya, maupun pelaksanaannya diberbagai
bidang.
Sehubung
dengan apa yang telah dikemukakan diatas, dapatlah disimpulkan bahwa hukum
Islam sebagai salah satu sistem hukum yang yang juga berlaku di Indonesia,
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam rangka pembinaan hukum nasional
di Indonesia, bahkan ada beberapa kaidah hukum Islam yang telah dimasukkan
menjadi hukum nasional Indonesia.
Disamping
itu masih banyak ketentuan hukum Islam lainya yang dapat dimasukkan ke dalam
hukum nasional Indonesia, apabila memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu
antara lain norma hukum tersebut sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan
masyarakat serta secara objektif dapat diterima.
Hal tersebut
juga berlaku bagi kaidah-kaidah hukum agama lainnya, demikian pula dengan
kaidah-kaidh dari sistem hukum lain yang berlaku di Indonesia.
thank's atas infonya, manfaat banget buat aku yg lai nyari tugas,,!!!
BalasHapusmksiihh,,, sngatt mmbantu dlm mnambah wawasan n mnyelesaikan tugas...hehe :D
BalasHapus