Perkembangan/pertumbuhan hukum Islam di Indonesia dimulai
sejak masuknya agama Islam sampai menjadi salah satu sistem hukum yang banyak
penganutnya, dan terbagi atas tiga periode yaitu :
ü Masa kedatangan Islam di Indonesia;
ü Masa pemerintahan Hindia Belanda;
ü Masa setelah kemerdekaan.
Masa kedatangan Islam
di Indonesia.
Ada beberapa pendapat mengenai kapan
dan bagaimana masuknya agama Islam di Indonesia.
Pendapat pertama, yang
dipelopori oleh golongan Orientalis, berpendapat bahwa agama Islam masuk di
Indonesia pada permulaan abad ke XIII Masehi yang dibawa oleh orang-orang
Persia ke Gujarat India, kemudian pedagang-pedagang Gujarat India ini
membawanya ke tanah air Indonesia. Salah seorang diantara mereka adalah Sir
Thomas Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam, mengemukakan bawha Islam
datang ke Indonesia bukan langsung dari tanah Arab, tetapi dari Persia melalui
Gujarat India ke Indonesia. Sebagai bukti dikemukakan bahwa bentuk, bahan dan
tulisan yang terdapat pada makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik mirip dengan
bentuk, bahan dan tulisan pada makam raja-raja Hindustan. Lagi menurut beliau
Islam yang dianut di Indonesia lebih mirip dengan Islam di Gujarat India.
Pendapat kedua, dipelopori
oleh cendikiawan Islam Indonesia, antara lain Buya Hamka (t.t. IV : 22), berpendapat bahwa agama
Islam masuk ke Indonesia dibawa langsung dari negeri Arab sendiri pada abad ke
VII Masehi. Untuk memperkuat pendapatnya itu dikemukakannya dua fakta sejarah
yaitu :
·
Disekitar
tahun 675 M telah datang utusan dari tanah Arab ke Pulau Jawa dan melawat ke
negeri Kalingga dan pulang kembali setelah memperhatikan betapa besarnya
pengaruh agama Hindu di negeri itu, sehingga agama Islam tidak boleh dijalankan
dengan kekerasan, melainkan sesuai dengan agama Islam itu sendiri yang
menghendaki tidak ada paksaan dalam agama;
·
Bahwa
dalam tahun 684 M telah ada loji (kantor perwakilan dagang) orang Arab di
Sumatera Barat (daerah Minangkabau).
Kedua pendapat
tersebut di atas masing-masing mengemukakan alasan-alasannya yang kuat sehingga
diantara keduanya memiliki nilai kebenaran.
Sejarah telah
membuktikan bahwa mulanya proses pengislaman di Indonesia berlangsung tanpa
disadari, tiba-tiba mengalami perkembangan yang pesat dan cepat walaupun harus
diakui bahwa pada waktu itu memang sudah ada isme-isme yang menguasai alam
pikiran bangsa Indonesia, misalnya isme tradisional dan agama Hindu.
Perkembangan yang sangat pesat dan dinamis ini ditunjang oleh beberapa faktor
yang menentukan yaitu :
a. Adanya sifat demokratis agama Islam
itu sendiri, dimana tidak mengenal perbedaan antara rakyat biasa dan kaum
bangsawan, tegasnya tidak mengenal kelas-kelas dan kasta-kasta dalam
masyarakat.
b.
Prosedur
untuk menjadi pemeluk agama Islam tidak berbelit-belit atau tidak begitu sulit.
c.
Agama
Islam gampang menyesuaikan diri/berasimilasi dengan keadaan-keadaan setempat .
d. Pribadi dan ahklak orang-orang Islam
sangat tinggi, sehingga dengan gampang saja mengadakan hubungan antara satu
dengan lainnya, yang menyebabkan terjadinya satu ikatan yang timbal balik yang
sangat menguntungkan terutama sekali di lapangan perdagangan.
Dalam bidang
perdagangan, Islam berkembang melalui beberapa macam cara antara lain dengan
mengadakan kontak secara pribadi dengan raja-raja yang berkuasa termasuk
keluarga raja-raja disertai dengan pemberian hadiah istimewa sehingga para raja
itu tertarik kepada agama Islam. Masuknya para raja itu sebagai pemeluk agama
Islam merupakan eksponen utama di dalam menarik rakyatnya menjadi pemeluk agama
Islam. Selanjutnya rakyat biasa yang telah menganut agama Islam mengadakan pula
hubungan dengan daerah-daerah lainnya yang biasanya sekaligus bertindak sebagai
juru dakwa sehingga agama Islam menyebar sampai kepelosok pedesaan.
Penyebaran agama Islam pada mulanya
hanya melalui dua tempat, yaitu Sumatera Utara(Aceh) dan pesisir pantai utara
Jawa Tengah dan Jawa Timur(Rembang,Tuban dan Gresik) dari Sumatera Utara, Islam
menyebar ke pedalaman Minangkabau(Sumatera Barat) sedang di Sumatera Selatan agama
Islam berkembang melalui Banten.
Di pulau Jawa, agama Islam
berkembang dan menyebar melalui kelompok orang-orang penyebar agama Islam yaitu
para wali, diantaranya yang terkenal dengan sebutan Walisongo (Wali sembilan). Dengan perantaraan mereka inilah Islam
berkembang di Demak, Pajang, Mataram, dan Banten akhirnya sampai merata di
seluruh pulau Jawa.
Dari pulau Sumatera dan Jawa, agama
Islam berkembang keseluruh pelosok tanah air pada abad-abad berikutnya. Di
Sulawesi Selatan sendiri agama Islam mulai berkembang pada abad ke XVI M yang dibawa oleh pedagang-pedagang
dan penyebar-penyebar Islam yang diperkirakan berasal dari Pahang, Campa,
Minangkabau dan Johor(J.Noorduyn, 1972 : 11).
Dengan masuknya agama Islam di tanah
air, maka hukum-hukumnya pun turut serta di dalamnya. Jadi masuk dan
berkembangnya Hukum Islam di Indonesia adalah bersamaan dengan masuknya dan
berkembangnya agama Islam itu sendiri(Wahidin, 1984 : 15).
Hukum Islam terdiri dari tiga aspek
yang satu dengan lainnya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.
Pembedaan antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya diadakan hanya untuk
memudahkan pendekatan masalahnya. Ketiga aspek agama Islam yang dimaksud adalah
: pertama, aspek Aqidah atau kepercayaan; kedua, aspek syariatnya (aspek hukum)
dan ketiga, aspek Tasawuf atau filsafat.
Di antara ketiga aspek itu, yang
paling penting adalah aspek syariatnya/aspek hukumnya, oleh karena aspek hukum
tersebut merupakan jiwa agama Islam, salah satu manifestasi dari cara hidup
Islam, inti dari agama Islam itu sendiri. Kata Schacht(Harjono, 1986 : 47), Islamic Law is the ephitome of Islamic
Spirit, the most typical manifestation of Islamic way of life, the Kernel if
Islamic it self.
Zaman Pemerintahan Hindia Belanda
Pada waktu
pemerintahan Hindia Belanda mulai berkuasa di tanah air, hukum Islam telah
berkembang sedemikian pesatnya. Hal ini dapat dibuktikan bahwa daerah-daerah
yang penduduknya mayoritas beragama Islam, disitu pengaruh Islam (termasuk
hukumnya) sangat menonjol, bahkan menurut sejarah jauh sebelum Belanda
menginjakkan kakinya di Indonesia, hukum Islam pernah dinyatakan berlaku
sebagai hukum positif dibeberapa kerajaan Islam di Indonesia.
Di samping hukum Islam, hukum Adat
sebagai suatu sistem hukum juga berlaku di tengah-tengah masyarakat sebgai hukum
yang tumbuh dan berkembang berdasarkan alam pikiran bangsa Indonesia. Antara
kedua sistem hukum itu dalam perkembangannya saling memengaruhi, seolah – olah
di antara keduanya terjadi sinkronisasi. Mungkin berdasarkan kenyataan inilah,
sehingga timbul anggapan dari pemerintah Hindia Belanda yang memandang hukum
asli dari bangsa Indonesia adalah terdiri dari hukum agama.
Anggapan seperti ini memengaruhi pula
pemerintah Inggris yang pernah juga berkuasa lebih kurang 5 tahn (1811 – 1816)
di bawah pimpinan Thomas Stafford Raffles, yang berpendapat bahwa hukum adat
yang berlaku bagi bangsa Indonesia berasal dari hukum agama, sehingga dalam
proses peradilan, jaksa dan penghulu keduanya bertugas memberi advis menurut
hukum adat yang disangkanya identik dengan hukum agama.
Setelah Belanda kembali menjajah
Indonesia (setelah penjajahan Inggris), maka berdasarkan anggapan tersebut
lahirlah teori Receptio in Complexu oleh Mr. L. W. C van Den Berg, penasehat
hukum Islam pemerintah Hindia Belanda yang pada dasarnya berbunyi(Soekanto,
1981 : 66), Resepsi hukum Hindia oleh
kaum Hindu, hukum Nasrani oleh kaum Nasrani dan hukum Islam oleh kaum Islam.
Selama bukan sebaliknya dapat dibuktikan, menurut ajaran ini hukum pribumi
mengikuti hukum agamanya oleh karena adalah konsekuensi baginya, bahwa memeluk
suatu agama harus pula menaati hukum-hukumnya dengan setia.
Sebagai reaksi dari teori ini keluar pula
dari teori Receptie, dari C. Snouck Hurgronje yang beranggapan, bahwa
berlakunya hukum Islam sekedar setelah diresepsi oleh hukum adat. Jelas sekali
bahwa teori receptie ini bertujuan membatasi berlakunya hukum Islam serta
menghalangi perkembangannya di Indonesia.
Dengan berdasarkan teori ini pemerintah
Hindia Belanda berhasil memperkecil peranan hukum Islam dalam hukum positif,
sehingga hanya terbatas pada hukum perkawinan, (khususnya syarat-syarat syahnya
perkawinan) dan perceraian serta mengenai badan hukum yang berbentuk wakaf;
disana sisni mungkin juga tentang Hibah, Wasiat dan Shadaqah.
Sebagai konsekuensi diakuinya hukum Islam
dalam peraturan perundangan Hindia Belanda sebagaimana tercantum dalam beberapa
pasal RR dan IS, maka di lapangan peradilan disamping peradilan gubernemen,
peradilan adat dan peradilan swapraja, dikenal pula peradilan Islam yang
berwenang menyelesaikan perkara-perkara menurut hukum Islam secara sangat
terbatas.
Masa Setelah Kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan,
perkembangan hukum Islam lebih maju lagi dibanding dengan keadaan tahun-tahun
sebelum kemerdekaan.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, ditegaskan
bahwa Negara Republik Indonesia menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya itu.
Sebagai salah satu wujud dari kemerdekaan
beragama sebagaimana tercantum pada Pasal 29 ayat (2) tersebut, maka pada
tanggal 3 Januari 1946, dibentuklah Departemen Agama yang bertugas mengurus
berbagai bidang yang menyangkut masalah-masalah keagamaan (termasuk hukum
agama) di Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya, beberapa
bidang hukum Islam telah dinyatakan diterima dalam hukum Nasional sebagai hukum
positif, seperti antara lain, Hukum Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974, Tentang Perkawinan, Hukum Perwakafan melalui Pasal 49 ayat (3)
Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perwakafan Tanah Milik dan lain-lain.
Pembentukan berbagai pesantren,
madrasah-madrasah Islamiyah dan organisasi-organisasi yang bernafaskan Islam di
seluruh wilayah tanah air turut memberi warna terhadap perkembangan Islam di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar