Istilah
hukum keluarga berasal dari terjemahan Familierech
ata law of famlie. Dalam konsem Ali Afandi, hukum keluarga diartikan
sebagai keseluruhan ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan
dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan ( perkawinan, kekuasaan orang tu, perwalian,
pengampuan, keadaan tak hadir).
Kekeluargaan
sedarah adalah pertalian keluarga yang terdapat antara beberapa orang yang
mempunyai keluhuran yang sama.
Kekeluargaan
karena perkawinan adalah pertalian keluarga yang terdapat karena perkawinan
antara seorang dengan keluarga sedarah dari istri (suaminya).
Kaidah
hukum keluarga meliputi :
· Hukum
keluarga tertulis yaitu kaidah-kaidah hukum yang bersumber pada undang-undang,
traktat, dan yurisprudensi.
· Hukum
keluarga tidak tertulis yaitu kadah-kaidah hukum kelurarga yang timbul , tumbul,
dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Misalnya, Mamari dalam masyarakat
sasak.
Berdasarkan
kaidah diatas, maka dapat disimpulakan bahwa hukum keluarga pada dasarnya
merupakan keseluruhan kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yan mengatur
hubungan hukum yang timbul dari ikatan keluarga yang meliputi :
1. peraturan
perkawinan dengan segala hal yang terlahir dari perkawinan;
2. peratuan
perceraian;
3. peaturan
kekuasaan orang tua;
4. peraturan
kedudukan anak;
5. peraturan
pengampuan (curatele);
6. peraturan
perwalian (voogdii).
Sumber
hukum keluarga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
·
Sumber hukum keluarga tertulis yang
berasal dari berbagai peraturan perundang-
undangan, yurisprudensi, dan traktat
(perjanjian).
·
Sumber hukum keluarga tidak tertulis merupakan
norma-norma hukum yang tumbuh dan berkembang serta ditaati oleh sebagian besar
masyarakat atau suku bangsa yang hidup di wilayah Indonesia.
KEKUASAAN ORANG TUA ( VAN DE
OUDERLIJKE MACHT )
Ikatan
perkawinan pada dasarnya akan mengakibatkan hubungan hukum tentang hak dan
kewajiban antara lain :
1. Hak
dan Kewajiban antara Suami Istri :
a. Hak
dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari hubungan suami istri meliputi :
·
Suami istri saling setia, saling-tolong
menolong dan saling bantu membantu;
·
istri harus patuh kepada suaminya;
·
istri wajib mengikuti suami;
·
suami wajib melindungi dan memberikan
segala sesuatu yang diperlukan istrinya, sesuai kedudukan dan kemampuannya;
·
suami istri saling mengikatkan secara
timbal balik untuk memelihara dan mendidik anak mereka.
b. Hak
dan kewajiban sebagai akibat yang timbul dari kekuasaan suami meliputi :
·
Suami menjadi kepala keluarga dan
bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya;
·
Wajib nafkah (kewajiban alimentasi);
suami wajib memelihara istrinya; orang tua wajib memelihara dan mendidik
anaknya yang belum cukup umur; anank-anak yang telah dewasa wajib memelihara
orang tuanya; kakek neneknya atau keluarga sedarah menurut garis lurus, yang
dalam deadpan miskin; menantu wajib memelihara mertua dan sebaliknya;
·
Istri mengikuti kewarganegaraan
suaminya;
·
Istri mengikuti tempat tinggal suaminya;
dll
2. Hak
dan Kewajiban (Kekuasaan) Suami Istri Terhadap Anak-anaknya
Secara
kodrati ( hukum alam) dalam sejarah peradaban manusia, anak-anak selalu berada
di bawah kekuasaan ayahnya ( patria potetas). Kekuasaan ini bersifat mulak,
artinya baik orang lain, maupun negara tidak dapat melakukan campur tangan.
Menurut
pasal 299 BW Indonesia ( hukum perdat barat ) menyatakan bahwa kekuasaan orang
tua pada hakikatnya adalah kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu selama
mereka itu terikat dalam perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa.
Dari ketentuan pasal tersebut, dapat disimpulakan tiga asas kekuasaan orang tua
:
1. Kekuasaan
orang tua berada pada kedua orang tua dan tidak hanya pada ayah saja.
2. Kekuasaan
orang tua hanya ada sepanjang perkawinan masih berlangsung dan jika perkawinan
itu bubar, maka kekuasaan orang tua
itupun berakhir.
3. Kekuasaan
orang tua hanya ada sepanjang orang tua menjalankan kewajiban terhadap
anak-anaknya dengan baik.
Kekuasaan
orang ua terhadap harta kekayaan anak
Kekuasaan
orang ua terhadap harta kekayaan anak diatur dalam pasal 307-318 BW. Sedangkan
dalam UU No. 1 tahun 1974 diatur dalam pasal 48.
Kekuasaan
orang tua terhadap harta kekayaan anak meliputi :
1. Mengurus
harta kekayaan si anak
2. Bertanggung
jawab atas harta kekayaan dan hasilnya, apabila diperbolehkan
3. Tidak
memindah tangankan harta kekayaan si anak tanpa ijin si anak atau pengadilan .
PERWALIAN (VOOGDJ)
Pada
asarnya setiap orang mempunyai ‘kekuasaa berhak’ karena ia merupakan subyek
hukum. Tetapi tidak semua orang cakap melakukan perbuatan-perbuatan hukum.
Secara umum, orang-orang yang disebut meerderjarigheid
dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah, kecuali jika
undang-undang tidak menentukan demikian.
Misalnya,
seorang pria yang telah genap mencapai umur 18 tahun sudah dianggap cakap untuk
melangsungkan perkawinan.
Perwalian
adalah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan harta kekayaan seorang anak
yang belum dewasa jika anak itu tidak berada di tangan kekuasaan orang tua.
Jadi bagi anak yang orang tuanya sudah bercerai atau jika salah satu dari
mereka atau semua telh meninggal dunia,
berada pad perwalian.
Perwalian
menurut hukumprdta terdiri dari tiga macam yaitu :
1. Perwalian
menurut undang-undang (Wettelijke
Voogdij), yaitu perwalian dari orang tua yang masih hidup setelah salah
seorang meninggal dunia lebih dahulu.
2. Perwalian
karena wasiat orang tua sebelum ia meninggal (Testtamentaire Voogdij), yaitu perwalian yang ditunjukkan dengan
surat wasiat (Testament) oleh salah
seorang dari orang tuanya.
3. Perwalian
yang dientukan oleh hakim (Datieve Voodji).
Berakhirnya perwalian
Berakhirnya
perwalian dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
1. Dalam
hubungan dengan keadaan anak
Dalam
hubungan ini, perwalian akan berakhir karena si anak yang berada di babah
pengampuan telah dewasa, si anak meninggal dunia, timbulnya kembali kekuasaan
orang tuanya, pengesahan seorang anak luar kawin.
2. Dalam
hubungan dengan tugas wali
Dalam
hubungan ini, perwalian akan berkhir karena wali meninggal dunia, dibebaskan
atau dipecat dari perwlian dan ada alasan pembebasan dan pemecatan dari
perwalian.
PENGAMPUAN ( CURATELE)
Yang
termasuk orang yang berada di bawah pengampuan antara lain :
·
Orang yang sakit ingatan;
·
orang-orang pemboros;
·
orang yang menyalahgunakan kecakapan
perbuatannya;
·
orang yang lemah pikiran
Pengampuan
hakikatnya merupakan bentuk khusus dari pada perwalian, yaitu diperuntukkan
bagi orang dewasa tetapi berhubungan dengan sesuatu hal (keadaan mental atau
fisiktidak atau kurang sempurna) ia tiak dapat bertindak dengan leluasa.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
persamaan antara kekuasaan orang tua, perwalian, dan pengampuan adalah
kesemuanya mengawai dan menyelenggarakan hubungan hukum orang-orang yang
dinyatakan tidak cakap bertindak.
Sedangkan
perbedaan antara kekuasaan orang tua, perwalian, dan pengampuan adalah :
·
Kekuasaan orang tua : Kekuasaan asli
dilaksanakan oleh orang tuanya sendiri yang masih terikat perkawinan terhadap
anak-anaknya yang belum dewasa.
·
Perwalan : Pemeliharaan dan bimbingan
dilaksanakan oleh wali, dapat saalah satu ibunya atau bapaknya yang tidak dalam
ikatan perkawinan lagi atau orang-orang terhadap anak-anak yang belum dewasa.
·
Pengampuan : Pemeliharaan atau bimbingan
dilaksanakan oleh kurator (yaitu keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk) terhadap orang-orang
dewasa yang sebab dinyatakan tidak cakap bertindak didalam lalu liantas hukum.
Sesuai
dengan pasal 436 BW, bahwa yang berwenang menetapkan pengampuan ialah
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman orang yang
berada dibawah pengampuan.
Hilangnya
pengampuan :
·
Secara
absolut; curandus meninggal atau adanya putusan pengadilan yang
menyatakan sebab-sebab dan alasan-alasan dibawah pengampuan telah dihapus.
·
Secara relati; curator meninggal,
curator dipecat, atau suami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar